0

ASKEP TGA

Posted on Wednesday 4 January 2012

BAB I
PENDAHULUAN

A.    DEFINISI
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit struktural jantung dan pembuluh darah besar yang sudah terdapat sejak lahir. Perlu diingatkan bahwa tidak semua penyakit jantung bawaan tersebut dapat dideteksi segera setelah lahir, tidak jarang penyakit jantung bawaaan baru bermanifestasi secara klinis setelah pasien berusia  beberapa minggu, beberapa bulan, bahkan beberapa tahun ( Markum, 1996).
Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak-anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal pada waktu bayi. Oleh karena itu, penyakit jantung bawaan yang ditemukan pada orang dewasa menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda. Hal ini pulalah yang menyebabkan perbedaan pola penyakit jantung bawaan pada anak dan pada orang dewasa (Panggabean & Harun, 1999).
Kelainan jantung bawaan TGA ( Transposition Of The Great Arteries ) merupakan kelainan pada jantung berupa adanya pemindahan asl dari aorta dan arteri pulmonalis; aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Selain kelainan asal aorta dan arteri pulmonalis pada TGA terdapat kelainan pada jantung yang menyertai TGA seperti letak katup aorta, katup pulmonal, dan sebagainya. Pada PJB yang disebut TGA komplek ialah adanya letak katup aorta di kanan pada lengkung aorta ke kanan. ( Ngastiah, hal 110 )
Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS) atau tanpa VSD, dan (2) dengan VSD. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang berbeda dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.
Penampilan klinis yang paling utama pada TGA dengan IVS adalah sianosis sejak lahir dan kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada terbukanya PDA. Sianosis akan makin nyata saat PDA mulai menutup pada minggu pertama kehidupan dan bila tidak ada ASD akan timbul hipoksia berat dan asidosis metabolik. Sedangkan pada TGA dengan VSD akan timbul tanda dan gejala akibat aliran ke paru yang berlebih dan selanjutnya gagal jantung kongestif pada usia 2–3 bulan saat tahanan vaskuler paru turun. Karena pada TGA posisi aorta berada di anterior dari arteri pulmonalis maka pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung dua yang tunggal dan keras, sedangkan bising jantung umumnya tidak ada kecuali bila ada PDA yang besar, VSD atau obstruksi pada alur keluar ventrikel kiri.
Neonatus dengan TGA dan sianosis berat harus segera diberikan infus PGE1 untuk mempertahankan terbukanya PDA sehingga terjadi pencampuran yang baik antara vena sistemik dan vena pulmonal. Selanjutnya bila ternyata tidak ada ASD atau defeknya kecil, maka harus secepatnya dilakukan Balloon Atrial Septostomy (BAS), yaitu membuat lubang di septum atrium dengan kateter balon untuk memperbaiki percampuran darah di tingkat atrium. Biasanya dengan kedua tindakan tersebut diatas, keadaan umum akan membaik dan operasi koreksi dapat dilakukan secara elektif. Operasi koreksi yang dilakukan adalah arterial switch, yaitu menukar ke dua arteri utama ketempat yang seharusnya yang harus dilakukan pada usia 2–4 minggu sebelum ventrikel kiri menjadi terbiasa memompa darah ke paru-paru dengan tekanan rendah.
Operasi arterial switch dan penutupan VSD pada TGA dengan VSD, tidak perlu dilakukan pada usia neonatus dan tergantung pada kondisi penderita dapat ditunda sampai usia 3–6 bulan dimana berat badan penderita lebih baik dan belum terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru akibat hipertensi pulmonal yang ada. ( Rudolph, 2001)

B.     ETIOLOGI
Penyakit jantung bawaan diduga terjadi dimasa embrional. Disebabkan :
a.       Factor genetic.
1.      Adanya gen – gen mutan tunggal ( dominan autosomal, resesif autosomal, atau terkait – X ) yang biasanya menyebabkan penyakit jantung bawaan sebagai bagian dari suatu kompleks kelainan.
2.      Kelainan kromosom juga menyebabkan penyakit jantung kongenital sebagai bagian suatu kompleks lesi.
3.      Factor gen multifaktorial, dipercaya merupakan dasar terjadinya duktus anterious paten dan dasar penyakit congenital lainnya.

b.      Factor lingkungan.
1.      Lingkungan janin, ibu yang diabetic atau ibu yang meminum progesterone saat hamil mungkin akan mengalami peningkatan resiko untuk mempunyai anak dengan penyakit jantung congenital.
2.      Lesi viral. Emriopati rubella sering menyebabkan stenosis pulmonal perifer, duktus arteosus paten dan kadang – kadang stenosis katup pulmonal. ( Rudolph Vol 1, hal 1603 )

C.    PATOFISIOLOGI
Kelainan jantung congenital dua perubahan hemodinamik utama. Shunting atau percampuran darah arteri dan vena serta perubahan aliran darah pulmonal dan tekanan darah. Normalnya, tekanan pada jantung kanan lebih besar daripada sirkulasi pulmonal. Shunting terjadi apabila darah mengalir melalui lubang abnormal  pada jantung sehat dari daerah yang bertekanan lebih tinggi kedaerah yang bertekanan rendah, menyebabkan darah yang teroksigenasi mengalir ke dalam sirkulasi sistemik. Aliran darah pulmonal dan tekanan darah meningkat bila ada keterlambatan penipisan normal serabut otot lunak pada arteriola pulmonal sewaktu lahir. Penebalan vascular meningkat resistensi sirkulasi pulmonal, aliran darah pulmonal dapat melampaui sirkulasi sis dan aliran darah bergerak dari kanan ke kiri.
Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta kenaikan tekanan pulmonal akan meningkatkan kerja jantung. Menifestasi dari penyakit jantung congenital yaitu adanya gagal jantung, perfusi tidak adekuat dan kongesti pulmonal.

D.    MANIFESTASI KLINIS

a.       Bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru – biruan yang disebut Picasso Blue. Sianosis merata keseluruh tubuh kecuali jika resistensi vascular paru sangat tinggi, dibagian tubuh sebelah atas akan lebih sianotik dibanding bagian bawah.
b.      Pada foto thorax terlihat jelas gambaran pembuluh darah abnormal.
c.       Pada umur tiga bulan, terjadi kelambatan penambahan berat badan dan panjang badan serta perkembangan otak terganggu.
d.      Disertai pulmonal stenosis sering timbul serangan anoksia, yang menandakan bahaya kematian.
e.       Bila terdapat gejala takipnea, maka tanda adanya gejala gagal jantung.
f.       Pada aliran darah paru yang meningkat menunjukkan penampangan anterior – posterior dada bertambah.
g.      Pada anak besar, tampak jelas voussure cardiac ke kiri.
h.      Pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung II tunggal oleh karena katup pulmonal bersembunyi di belakang katup aorta. Bising dapat tidak ada sama sekali sampai bising pansistolik atau bising kontinu melalui duktus arteriosus.

E.     KOMPLIKASI
Pasien dengan penyakit jantung congenital terancam mengalami berbagai komplikasi antara lain :
1.      Gagal jantung kongestif.
2.      Renjatan kardiogenik henti jantung.
3.      Aritmia.
4.      Endokarditis bakterialiastis.
5.      Hipertensi.
6.      Hipertensi pulmonal.
7.      Tromboemboli.
8.      Abses otak.

F.     PANATALAKSANAAN
a.      Penatalaksanaan Medik
Dengan operasi, memungkinkan pasien dapat bertahan hidup setelah klien berumur 2 tahun. Jika sering mengalami spell, segera operasi paliatif ( BT shunt – membuat saluran dari arteri subklavia ke arteri pulmonal.).
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi pencampuran darah. Pada saat prosedur suatu kateter balon dimasukan ketika katerisasi jantung untuk membesar kelainan septum intra arterial. Pada cara Blalock Halen dibuat suatu kelainan septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan. Cara Mustard digunakan untuk koreksi yang permanent. Septum dihilangkan, dibuatkan sambungan sehingga darah yang teroksigenasi dari vena pulmonal kembali ke ventrikel kanan untu sirkulasi tubuh dan darah tidak teroksigenasi kembali dari vena pulmonal kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah tidak teroksigenasi kembali dari vena cava ke arteri pulmonal untuk keperluan sirkulasi paru-paru. Kemudian akibat kelainan ini telah berkurang secara nyata dengan adanya koreksi dan paliatif. ( Pediatrica, hal III.29 )

b.      Penatalaksanaan Keperawatan
Sama dengan pasien TF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya tidak perlu tindakan memberikan sikap knee-chest karena sianosis selalu terdapat, maka O2 harus diberikan terus menerus secara  rumat. Selain itu juga mengetahui bagaimana persiapan pasien untuk suatu tindakan seperti:
1)      Membuat rekaman EKG
2)      Mengukur tekanan darah secara benar
3)      Mempersiapkan pasien untuk kateterisasi jantung atau operasi
4)      Mengambil darah untuk pemeriksaan gas darah arteri. (Ngastiah, 111)























BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN


       I.            MANAJEMEN  KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1)      Identitas Pasien: nama, umur, jenis kelamin, berat dan panjang badan lahir, berat dan tinggi badan sekarang.
2)      Riwayat Kesehatan:
a.       Riwayat penyakit sekarang, dan faktor pencetus.
b.      Riwayat kehamilan ibu.
c.       Riwayat penyakit dulu: Data fokus, kaji:
1.      Riwayat batuk panas sering (infeksi saluran nafas), cepat lelah/ sering berhenti saat menghisap ASI/ susu/ makan (FD), banyak keringat, BB sulit naik, dan perkembangan motorik terlamba (FTT).
2.      Bila pasien biru (sianosis): kaji riwayat bertambahnya sianosis saat beraktifitas; saat menghisap ASI/ susu/ menangis/ mandi pagi atau BAB, dengan suara nafas yang memburu. Kemudian lemas/ pingsan/ kejang, serta riwayat squatting.
3.      Bila edema: kaji daerah edema, skala edema, intake cairan dan output 24 jam.
    II.            PEMERIKSAAN FISIK    

1.      Kepala: ukuran diameter kepala bayi/ anak, bentuk kepala bayi/ anak.
2.      Wajah:
a.       Mata: konjungtiva, sklera, palpebra, pupil.
b.      Hidung: terdapat masa/ tidak, sekret, kembang kempis cuping, epistaksis (mimisan).
c.       Telinga: serumen, simetris.
d.      Mulut: bibir ( sianosis, kering), tonsil, gusi, gigi (pada anak ukup usia), somatitis.
3.      Leher: JVP.
4.      Dada:
a.       Inspeksi: kemerahan, kebiruan, bentuk dada, simetris, retraksi dada.
b.      Palpasi: nyeri tekan (diindikasi dengan menangis pada bayi), ekspansi dada.
c.       Perkusi: kaji suara perkusi dari setiap ICS
d.      Auskultasi: kaji suara jantung dan paru.
5.      Abdomen: asites, bising usus, lingkar perut, pemeriksaan kuadran 1 (hepar, limpa, ginjal), kuadran 2 (lambung, ginjal), kuadran 3 (kolon), kuadran 4 (kolon, appendiks).
6.      Ekstremitas: kehangatan (suhu), kelembaban, edema, kekuatan pulsasi, pengisian kapiler, warna kuku.

 III.            PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Ultra sono grafi (USG) untuk menentukan besar jantung, sis bentuk vaskularisasi paru, sera untuk mengetahui keadaan thymus, trachea, dan esophagus.
2.      Electro Cardiografi ( ECG ), untuk menetahui adanya aritmia atau hipertropi.
3.      Echo Cardiografi, untuk mengetahui hemodinamik dan anatomi jantung.
4.      Kateterisasi dan Angigrafi, untuk mengetahui gangguan anatomi jantung yang dilakukan dengan tindakan pembedahan.
5.      Pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan darah untuk serum elektrolit, Hb, packet cell volume ( PCV ) dan kadar gula.
6.      Photo thorax untuk melihat atau evaluasi adanya cardiomegali dan infiltrate paru. ( Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, hal. 120 )








                                                                 




 IV.            ANALISA DATA DAN DIAGNOSA

No.
Data Pendukung
Etiologi
Masalah
1.
DS : -
DO : pasien terlihat sianosis dan lemah.
Penurunan kotrifiktas jantung
Penurunan cardiac output
2.
DS : -
DO : pasien terlihat menarik nafas dalam.
Tidak efektifitas pola napas
Peningkatan resistensi vaskular paru
3.
DS :
DO: pasien selalu melepaskan susuan saat menyusui.
Ketidakmampuan menyusui dan makan
Perubahan nutrisi
4.
DS : -
DO : pasien terlihat udem di bagian perifer serta terdapat clubbing finger.
Perfusi jaringan
Penurunan sirkulasi darah perifer

    V.            DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Penurunan cardiac output berhubangan dengan penurunan kontraktifitas jantung.
2.      Tidak efektifitas pola nafas berhubungan dengan peningkatan resistensi vaskular paru
3.      Perubahan nutrisi berhubungan ketidakmampuan menyusu.
4.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan sirkulasi darah perifer.

                                            

 VI.            PERENCANAAN DAN RASIONAL

Hari/ Tgl
No. Dx
Tujuan
Tindakan
Rasional
Senin/ 12/12/11
1
pasien dapat mentoleransi gejala-gejala yang ditimbulkan akibat penurunancurah jantung, dan setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi peningkatancurah jantung sehingga kekeadaan normal.

1.      Monitor tanda-tanda vital.
2.      Informasikan dan anjurkan tentang pentingnya istirahat yang adekuat.
3.      Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
4.      Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
5.      Secara kolaborasi berikan tindakan farmakologis berupa digitalis; digoxin

1.              Gangguan pada jantung akan ada perubahan pada tanda-tanda vital seperti pernafasan menjadi cepat, peningkatan suhu, nadi meningkat, peningkatan tekanan darah, semuanya cepat dideteksi untuk penangan lebih  lanjut.
2.              istirahat yang adekuat dapat meminimalkan kerja dari jantung dandapat mempertahankan energi yang ada.
3.              meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokord untukmelawan efek hipoksia/iskemia.
4.              pucat menunjukan adanya penurunan perfusi sekunder terhadap ketidakadekuatan curah jantung, vasokonstriksi dan anemi.
5.              mempengaruhi reabsorbsi natrium dan air, dan digoksin meningkatkankekuatan kontraksi miokard dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi dan memperlama periode refraktori pada hubungan AV untuk meningkatkan efisiensi curah jantung.
Senin/ 12/12/11
2
tidak terjadi ketidakefektitan pola nafas.

1.      Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman.
2.      Observasi penyimpangan dada, selidiki penurunan ekspansi paru atau ketidaksimetrisan gerakan dada.
3.      Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium GDA, hb sesuai indikas
4.      Minimalkan menangis atau aktifitas pada anak.
1.      pengenalan dini dan pengobatan venilasi abnormal dapat mencegah komplikasi.
2.      udara atau cairan pada area pleural mencegah akspansi lengkap(biasanya satu sisi) dan memerlukan pengkajian lanjut status ventilasi.
3.      pantau keefektifan terapi pernafasan dan atau catat terjadinya komplikasi.
4.      menangis akan menyebabkan pernafasan anak akan meningkatkan.
Senin/ 12/12/11
3.
anak dapat makan dan menyusu dan tidak terjadi penurunan berat badanselama terjadi perubahan status nutrisi tersebut

1.      Anjurkan ibu untuk terus memberikan anak susu, walaupun sedikit tetapi sering.
2.      Jika anak menunjukan kelemahan akibat ketidak adekuatannya nutrisi yang masuk maka pasang iv infuse
3.      Pada anak yang sudah tidak menyusui lagi maka berikan makanan dengan porsisedikit tapi sering dengan diet sesuai instruksi.
4.      Observasi selama pemberian makan atau menyusui.
1.      air susu akan mempertahankan kebutuhan nutrisi anak.
2.      infuse akan menambah kebutuhan nutria yang tidak dapat dipenuhi melalui oral.
3.      meningkatan intake, dan mencegah kelemahan.
4.      selama makan atau menyusui mungkin dapat terjadi anak sesak atau tersedak.
Senin/ 12/12/11
4.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam perfusi jaringan
 adekuat.

1.      Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (cemas, bingung,letargi, pinsan).
2.       Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatannadi perifer.
3.      Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.
4.       Dorong latihan kaki aktif/pasif.
5.       Pantau pernafasan.
6.      Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensiabdomen, konstipasi.
7.       Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.
1.      Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
2.      Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantungmungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3.      Indikator adanya trombosis vena dalam.
4.      Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena danmenurunkan resiko tromboplebitis.
5.      Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namundispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.
6.      Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI, contoh kehilangan peristaltik.
7.      Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkanpenurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ.





VII.            EVALUASI

No.
Hari/Tanggal
Evaluasi
1
Senin/ 12/12/11
S :   - Ibu mengatakan bagaimanapun dan dalam keadaan apapun ia tetap menyayangi anaknya, ia sadar bahwa anaknya adalah titipan Tuhan
         - Ibu menyadari dukungan doa akan mempercepat penyembuhan anaknya

O :    - Ibu mengekpresikan perasaanya
         - Ibu mengatakan siap menerima anaknya
         - Ibu mengatakan dalam keadaan menangis
         - ibu selalu mengunjungi anaknya

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan rencana tindakan yang ada no 1, 2
















BAB III
PENUTUP

1)      KESIMPULAN

Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak-anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meniinggal pada waktu bayi. Oleh karena itu, penyakit jantung bawaan yang ditemukan pada orang dewasa menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda. Hal ini pulalah yang menyebabkan perbedaan pola penyakit jantung bawaan pada anak dan pada orang dewasa (Panggabean & Harun, 1999).
Kelainan jantung bawaan TGA ( Transposition Of The Great Arteries ) merupakan kelainan pada jantung berupa adanya pemindahan asl dari aorta dan arteri pulmonalis; aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Selain kelainan asal aorta dan arteri pulmonalis pada TGA terdapat kelainan pada jantung yang menyertai TGA seperti letak katup aorta, katup pulmonal, dan sebagainya. Pada PJB yang disebut TGA komplek ialah adanya letak katup aorta di kanan pada lengkung aorta ke kanan. ( Ngastiah, hal 110 )

2)      SARAN

Mengingat dewasa kini semakin banyak bayi/ anak yang menderita PJK, hendaknya orang tua yang memiliki peran besar terhadap anaknya bisa mencegah dan meminimalisir resiko terjadinya PJK.
Jantung merupakan organ paling penting dalam tubuh. Jika terjadi sedikit kesalahan kecil pada jantung akibatnya sangatlah besar.
Sang ibu hendaknya memenuhi kebutuhan dasarnya pada saat kehamilan dan tidak mengonsumsi alkohol serta tidak merokok ataupun terkena paparan asap rokok.
Sang ayah pun harus bisa mengontrol dan memantau keadaan keadaan ibu yang dalam masa kehamilan. Serta tidak merokok di sekitar ibu hamil. Untuk meminimalisir paparan asap rokok terhadap janin.




DAFTAR PUSTAKA

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. EGC : Jakarta.

Nursalam. dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika : Jakarta.

Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatrica. Tosca Enterprise : Jogjakarta.

Rudolph, Abraham M. dkk. 2007. Buku Ajar Pediatrik Rudolp Volume 3. EGC : Jakarta.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, edisi 4. EGC ; Jakarta.

Posted in

No Comments

Discussion

Leave a response